Pengertian
dan definisi APBD
APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah (Permendagri No.13 Tahun 2006). Dengan demikian APBD merupakan
alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan melalui
berbagai kegiatan dan program dimana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar
akan dirasakan oleh masyarakat.
Menurut Menteri Negara Otonomi Daerah RI dan PAU-SE UGM, APBD pada hakikatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh kerena itu, DPRD dan pemerintah daerah harus selalu berupaya secara nyata dan terstruktur untuk menghasilkan suatu APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat atas dasar potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi tuntuta n terciptanya anggaran daerah yang berorientasikan kepentingan dan akuntabilitas publik. Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik, sehingga baik tujuan maupun sasaran akan dapat tercapai secara berdayagunan dan berhasil guna.
Sementara itu Mardiasmo (2002:11) mengatakan, bahwa salah satu aspek penting dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan dan anggaran daerah. Anggaran daerah yang tercermin dalam APBD merupakan instrumen kebijakan utama bagi pemerintah daerah, menduduki porsi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran daerah seharusnya digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan belanja, alat bantu pengambilan putusan dan perencanaan pembangunan serta alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang dan ukuran standar untuk mengevaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi smeua aktivitas pada berbagai unit kerja.
Menurut Menteri Negara Otonomi Daerah RI dan PAU-SE UGM, APBD pada hakikatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh kerena itu, DPRD dan pemerintah daerah harus selalu berupaya secara nyata dan terstruktur untuk menghasilkan suatu APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat atas dasar potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi tuntuta n terciptanya anggaran daerah yang berorientasikan kepentingan dan akuntabilitas publik. Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik, sehingga baik tujuan maupun sasaran akan dapat tercapai secara berdayagunan dan berhasil guna.
Sementara itu Mardiasmo (2002:11) mengatakan, bahwa salah satu aspek penting dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan dan anggaran daerah. Anggaran daerah yang tercermin dalam APBD merupakan instrumen kebijakan utama bagi pemerintah daerah, menduduki porsi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran daerah seharusnya digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan belanja, alat bantu pengambilan putusan dan perencanaan pembangunan serta alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang dan ukuran standar untuk mengevaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi smeua aktivitas pada berbagai unit kerja.
2.
Hubungan keungan antara pemerintah daerah dan
pemerintah pusat
Hubungan keuangan
antara pemerintah Pusat dan Daerah atau dalam arti sempit sering disebut perimbangan
keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu bentuk hubungan dari sekian
banyak hubungan antara pemeintah pusat dan daerah. Hal ini menjadi topik hangat
yang sering muncul ke permukaan, bahkan berpotensi menimbulkan perpecahan di
daerah. Alasannya klasik yaitu adanya daerah yang tidak puas dan merasa tidak
adil dalam pembagian keuangan pusat ke daerahnya. Lantas berkembanglah isu
bahwa pemerintah pusat hanya mementingkan dirinya sendiri atau lebih berpihak
pada daerah tertentu. Kekayaan yang dimiliki daerah selama ini dianggap dikuras
oleh pemerintah pusat dan rakyat di daerah itu dibiarkan hidup miskin. Masalah
perimbangan keuangan ini merupakan salah satu tuntutan reformasi. Dan sebagai
jawaban atas tuntutan tersebut, pemerintah telah menetapkan UU No 25 tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang lantas direvisi melalui UU
No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Aturan keuangan pusat dan daerah pada satu sisi mendukung
pelaksanaan pembangunan nasional dan disisi lain untuk memfasilitasi proses
pembangunan daerah yang dijalankan atas skema otonomi daerah. Berbicara
mengenia perimbangan keuangan pusat dan daerah tidak bisa lepas dari factor
otonomi daerah. Secara teoritis dalam konteks Negara kesatuan dikenal ada dua
cara dalam menghubungkan pemerintah pusat dan daerah yaitu sentralisasi dan
desentralisasi. Sentralisasi mencakup segala urusan, tugas, fungsi dan wewenang
penelenggaraan pemerintah berada dalam genggaman pemerintah pusat
pelaksanaannya dilakukan dengan dekonsentrasi. Sementara desentralisasi adalah
semua urusan, tugas dan wewenang pelaksanaan pemerintah diserahkan sepenuhnya
kepada daerah. Selanjutnya dalam buku ini ada istilah Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Pelajari lebih lengkap semuanya dalam
buku yang ditulis oleh Ahmad Yani SH, MM, Ak seorang pengajar di beberapa
Perguruan Tinggi serta mantan pegawai Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kementerian Keuangan
3.
pola hubungan keuangan pusat dan daerah dalam
rangka otonomi daerah
Daerah otonom yang merupakan suatu daerah
dengan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat. Kewenangan ini tidak serta merta ada dan diberikan pada daerah
otonom, melainkan telah diatur sebelumnya oleh UU No.32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah. Dalam UU tersebut disebutkan urusan-urusan pemerintah
pusat dan daerah. Sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum, tentunya mereka akan
menaati dan menjalankan Undang-undang. Berbicara mengenai otonomi maka
berbicara pula mengenai sejauh mana kemandirian daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Tiap-tiap daerah memiliki tingkat
kemandirian yang berbeda-beda. Bagi daerah otonom yang baru terbentuk, akan
banyak sekali memerlukan campur tangan pemerintah pusat untuk mengembangkan
atau menghidupkan daerah itu. Kemandirian daerah otonom sepenuhnya tidak
seratus persen, dikarenakan ada beberapa urusan yang tidak dapat diurus oleh
daerah (baik daerah otonom yang lama terbentuk ataupun baru terbentuk). Tidak
dapat dipungkiri bahwa daerah pun masih memerlukan bantuan/ campur tangan
pemerintah pusat, biasanya terkendala pada keuangan daerah yang pendapatan asli
daerahnya (PAD) rendah, hanya mengandalkan pajak saja dirasa tidak akan cukup
mandiri bagi suatu daerah. Campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah
otonom merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan karena UU No. 32 tahun 2004
secara eksplisit mengikat kedua hal ini seperti dalam hal tugas pembantuan,
hubungan pengawasan, keuangan, kewenangan dsb. Jadi selain faktor nyata bahwa
daerah memerlukan bantuan pemerintah pusat, UU No. 32 tahun 2004 pun mengikat
secara eksplisit kedua hal ini yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
0 comments:
Post a Comment