Search

PERHITUNGAN APBD




1.      Perhitungan APBD
Penghitung prediksi APBD, baik proyeksi APBD Murni dan Realisasi dapat dihitung dengan mudah, cepat, dan tepat. Dan setiap orang bisa melakukan perhitungan ini. Yang penting rajin atau rutin melakukannya. Hanya menggunakan operasi matematika sederhana: pertambahan (+), pengurangan (-), perkalian (x), dan pembagian (:).

Namun, sebelum melakukan analisis, Sobat terlebih dahulu harus mengumpulkan data-data anggaran dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Jenis data yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan analisis. Dalam merumuskan prediksi realisasi APBD ini, maupun proyeksi APBD Murni,  hanya dibutuhkan data ringkasan realisasi APBD lima tahun terakhir, dengan format sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban APBD atau dokumen Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Kepala Daerah.

Untuk mendapatkan dokumen informasi tersebut, Sobat dapat melakukan permohonan informasi kepada Badan Publik yang menguasai dokumen/data/informasi. Dan jika pemerintah daerah terbuka, Sobat dapat temukan di website resmi pemerintah daerah.

Melakukan permohonan informasi ini dapat dilakukan secara resmi kepada Badan Publik, baik persorangan, kelompok, maupun secara kelembagaan dengan surat atau lisan. Permohonan informasi kepada Badan Publik dijamin konstitusi dan Undang-Undang. Jadi, Sobat tak perlu khawatir untuk melakukan permohonan informasi. Siapa pun kita. Apapun profesi kita. (Untuk konsultasi dan pendampingan permohonan informasi, bisa menghubungi kami).

Apa tujuan kita melakukan analisis dan menentukan proyeksi/prediksi? Pertama, melihat gambaran kinerja pengelolaan APBD secara umum. Kedua, menyediakan informasi “tandingan” versi masyarakat untuk menilai rasionalitas, keterukuran, dan ketepatan proyeksi pemerintah; apakah sudah mendekati kondisi yang sebenarnya. Ketiga, mendeteksi potensi praktek mark down pendapatan daerah (menyusun target pendapatan di bawah potensi riil).

Apa manfaat untuk pemerintah daerah? Data proyeksi/prediksi ini dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai data pembanding dalam penyusunan proyeksi APBD dan proyeksi arus kas pada akhir tahun anggaran. Sehingga, pemerintah daerah tetap awas dalam mengatur arus kas daerah.


2.      Pertanggung jawaban Keuangan daerah

Bentuk pertanggungjawaban keuangan negara dijelaskan secara rinci pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Khususnya pada pasal 2, dinyatakan bahwa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja. Ketentuan ini tentunya memberikan kejelasan atas hirarki penyusunan laporan keuangan pemerintah dan keberadaan pihak-pihak yang bertanggung-jawab didalamnya, serta menjelaskan pentingnya laporan kinerja sebagai tambahan informasi dalam pertanggungjawaban keuangan negara.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 ditetapkan bahwa pihak yang wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan disebut dengan Entitas Pelaporan. Instansi pemerintah yang termasuk entitas pelaporan adalah: (i) Pemerintah pusat, (ii) Pemerintah daerah, (iii) setiap Kementerian Negara/Lembaga, dan (iv) Bendahara Umum Negara. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Sedangkan Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan, namun laporan keuangan yang dihasilkannya untuk digabungkan pada Entitas Pelaporan. Instansi yang termasuk entitas akuntansi antara lain kuasa Pengguna Anggaran, termasuk entitas pelaksana Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, untuk tingkat pemerintah pusat, serta SKPD, Bendahara Umum Daerah (BUD) dan kuasa Pengguna Anggaran tertentu untuk tingkat pemerintah daerah.
Selain itu, entitas pelaporan juga wajib menyusun dan menyajikan laporan kinerja sebagai tambahan informasi dalam pertanggungjawaban keuangan APBN/APBD. Laporan kinerja berisi ringkasan informasi tentang input, process, output, outcome, benefit dan impact dari setiap kegiatan/program yang dijalankan oleh pemerintah, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat ekonomis, efisiensi dan efektifitas kegiatan/program pemerintah.


3.      Pengawasan Pengelolaan Keungan daerah

Pengawasan keuangan negara dan daerah merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan negara dan daerah. Menurut Baswir. Manajemen keuangan daerah dalam Halim A. (2004 : 307-308), bahwa berdasarkan pengertiannya pengawasan keuangan negara dan daerah pada dasarnya mencakup segala tindakan untuk menjamin agar pengelolaan keuangan negara dan daerah berjalan sesuai dengan rencaa, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan berdasarkan obyeknya, pengawasan APBN / APBD, pengawasan BUMN / BUMD, maupun pengawsan barang-barang milik negara dan daerah lainnya.
Pengawasan bukan tahap tersendiri dari daur anggaran walaupun pengawasan sebagian besar berkaitan dengan pengawasan anggaran, namun pengawasan sesungguhnya merupakan bagian yang penting dari pengurusan keuangan negara dan daerah secara keseluruhan. Oleh karena itu bila dikaitkan dengan daur anggaran, maka pengawasan keuangan meliputi tahap penyusunannya, tahap pelaksanaannya, maupun tahap pertanggung jawabannya, Dengan kata lain pengawasan anggaran sudah harus dimulai sejak tahap penyusunannya dan baru berakhir pada tahap pertanggung jawaban.
Pengawasan keuangan negara dan daerah menurut ruang lingkupnya dibedakan menurut jenis, yaitu :
1.    Pengawasan intern, dapat dibedakan menjadi dua :
a. Pengawasan intern dalam arti sempit, adalah pengawasan yang dilakukan oleh pengawas dimana pejabat yang diawasi itu dengan aparat pengawas sama-sama bernaung dalam pimpinan seorang menteri atau ketua lembaga negara. Lembaga yang bertugas melakukan pengawasan dalam arti sempit ini adalah inspektorat jenderal departemen (IRJENDEP), inspektorat wilayah propinsi (ITWILPROP), inspektorat wilayah daerah kabupaten (ITWILKAB), inspektorat wilayah daerah kota (ITWILKOT).
b.    Pengawasan intern dalam arti luas, pada dasarnya sama dengan pengawasan intern dalam arti sempit, perbedaan pokoknya hanya terletak pada adanya korelasi lansung pengawas dan pejabat yang diawasi, dalam arti pengawas yang melakukan pengawasan tidak bernaung dalam satu departemen atau lembaga negara tetapi masih dalam struktur organisasi pemerintahan. Fungsi pengawasan dalam arti luas ini diselenggarakan oleh badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPK) dan inspektorat jenderal pembangunan (IRJENDBANG).
2.    Pengawasan ekstern, adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu unit pengawasan yang berada dalam organisasi yang diawasi dan tidak mempunyai hubungan kedinasan. Secara operasional, tugas pengawasan internal dilakukan oleh BPK, Disamping itu dikenal pula pengawasan legeslatif yang mempunyai arti adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh DPR, DPRD tingkat I dan tingkat II terhadap kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Bentuk pengawasan yang masih termasuk pengawasan eksternal adalah pengawasan masyarakat, yaitu suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat yang disampaikan secara lisan atau tulisan kepada aparatur pemerintahan yang berkepentingan.    




0 comments:

Post a Comment